Halaman

Sabtu, 10 April 2010

Tugas IV Psikologi Pendidikan

TUGAS PSIKOLOGI SEKOLAH

TIM :
SARI AMANDA
RICA AMELIA
HUSNA.ARITONANG
Sekolah merupakan komponen yang sangat berkaitan dengan sistem pendidikan, dimana pendidikan merupakan salah satu ujung tombak kemakmuran bangsa.
Psikologi sekolah adalah salah satu bidang dari beberapa bidang psikologi pendidikan. Tujuan adanya psikologi sekolah adalah berusaha menciptakan situasi yang mendukung bagi anak didik dalam mengembangkan kemampuan akademik, sosialisasi, dan emosi.
1. Kedudukan Psikologi Sekolah dalam ilmu Psikologi ?
psikologi sekolah memiliki kedudukan yang cukup penting dalam dunia pendidikan, terutama untuk membentuk mind set bagi para anak didik. dan juga membantu anak dalam mengembangkan kemampuan sosial dan akademik anak.
psikologi sekolah, mereka berkewajiban menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang menurutnya dapat mengembangkan potensi sekolahnya, ataupun menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang telah terbukti keampuhannya menurut hasil penelitian psikologi pendidikan.
2. perbedaan Psikologi Sekolah dengan Psikologi pendidikan
bahwa Psikologi Pendidikan adalah subdisiplin psikologi yang mempelajari tingkah laku individu dalam situasi pendidikan, yang meliputi pula pengertian tentang proses belajar dan mengajar.
pokok bahasan psikologi pendidikan dibatasi atas tiga macam :
  1. Mengenai belajar, yang meliputi teori-teori, prinsip-prinsip dan ciri khas perilaku belajar peserta didik dan sebagainya.
  2. Mengenai proses belajar, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar peserta didik dan sebagianya.
  3. Mengenai situasi belajar, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun non fisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar peserta didik.
psikologi sekolah adalah salah satu bidang dari beberapa bidang psikologi pendidikan. Psikologi sekolah berusaha menciptakan situasi yang mendukung bagi anak didik dalam mengembangkan kemampuan akademik, sosialisasi, dan emosi
jadi perbedaannya : Psikolog pendidikan adalah orang yang menerapkan ilmu-ilmu psikologi ke dalam dunia pendidikan. Sedangkan psikolog sekolah adalah orang yang menerapkan ilmu-ilmu psikologi pendidikan ke dalam dunia sekolah saja.
3. fungsi sekolah sebagai agen perubahan
tidak dapat dipungkiri sekolah memberikan kita pengaruh yang signifikan terhadap corak dan karakter masyarakat.Sebagai sistem sosial,sekolah memiliki fungsi dan peran dalam perubahan masyarakat menuju ke arah perbaikan dalam segala aspek, meliputi Pengembangan pribadi.sekolah dapat merekomendasi atau mengubah dan membentuk kembali masyarakat baru.
4. Metode yang digunakan dalam sistem pengajaran Sekolah
Belajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib kita lakukan dan kita berikan kepada anak-anak kita. Karena ia merupakan kunci sukses unutk menggapai masa depan yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi. Yang pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Melihat peran yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar akan berjalan menyenakngkan dan tidak membosankan.
1. Metode Debat Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.
2. Metode Role Playing Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan metode Role Playing: Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama. 1. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh. 2. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda. 3. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan. 4. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak
3. Metode Belajar Mengajar ‘Ceramah’ Metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh seseorang guru terhadap kelasnya. Dalam pelaksanaan ceramah untuk menjelaskan urainnya, guru dapat menggunakan alat-alat bantu, seperti gambar- gambar dan yang paling utama adalah bahasa lisan. Metode ceramah adalah metode mengajar yang sampai saat ini masih mendominasi atau paling banyak di gunakan guru dalam dunia pendidikan. 4.Metode Problem Solving Metode problem solving merupakan metode yang merangsang berfikir dan menggunakan wawasan tanpa melihat kualitas pendapat yang disampaikan oleh siswa. Seorang guru harus pandai-pandai merangsang siswanya untuk mencoba mengeluarkan pendapatnya.
5.Metode Demonstrasi
Demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk membelajarkan peserta dengan cara menceritakan dan memperagakan suatu langkah-langkah pengerjaan sesuatu. Demonstrasi merupakan praktek yang diperagakan kepada peserta. Karena itu, demonstrasi dapat dibagi menjadi dua tujuan: demonstrasi proses untuk memahami langkah demi langkah; dan demonstrasi hasil untuk memperlihatkan atau memperagakan hasil dari sebuah proses.Biasanya, setelah demonstrasi dilanjutkan dengan praktek oleh peserta sendiri. Sebagai hasil, peserta akan memperoleh pengalaman belajar langsung setelah melihat, melakukan, dan merasakan sendiri. Tujuan dari demonstrasi yang dikombinasikan dengan praktek adalah membuat perubahan pada rana keterampilan.
6. Metode Kerja Kelompok
Metode kerja kelompok adalah suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan menyuruh pelajar (setelah dikelompok-kelompokkan) mengerjakan tugas tertentu untuk mencapai tujuan pengajaran. Merka bekerja sama dalam memecahkan masalah atau melaksanakan tugas.
a).Kelebihan metode kerja kelompok
Para siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran mereka
Memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan kemampuan para siswa
Dapat memberikan kesempatan pada para siswa untuk lebih menggunakan ketrampilan bertanya dalam membahas suatu masalah
7.Metode Inquiry
Metode inquiry adalah teknik pengajaran guru didepan kelas dimana guru membagi tugas meneliti suatu masalah ke kelas. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan masing-masing kelompok mendapat tugas tertentu yang harus dikerjakan. Kemudian mereka mempelajari, meneliti, dan membahas tugasnya didalam kelompok kemudian dibuat laporan yang tersusun baik dan kemudian didiskusikan secara luas atau melalui pleno sehingga diperoleh kesimpulan terakhir.
5.Permasalahan yang terjadi di sekolah dan solusi pemecahan masalahnya 1. bolos sekolah 2. NARKOBA 3. TAWURAN 4. BULLYING solusinyaaaa......

Minggu, 04 April 2010

tugas observasi kelompok v multiple intelligence

Alhamdulillah akhirnya bisa diupload juga filenya, bisa klik disini untuk laporan hasil observasi dalam bentuk rtf. Dan yang slide di klik disini. maaf atas ketelatan kami.

Kamis, 04 Maret 2010

Tugas III kelompok V "PARADIGMA PEMBELAJARAN"

Alamat Url : 1. Pembelajaran Konstriktivistik 2. Quantum Teaching dalam Pembelajaran 3. Kecerdasan Emosional dalam Pembelajaran 4. Multiple Intelligences 5. Quantum Learning dalam Pembelajaran 6. Contectual Teaching and Learning PEMBAHASAN STUDI KASUS 1. Contextual Teaching and Learning (CTL) Studi kasus tentang penerapan model pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) pada mata pelajaran seni budaya sub bidang studi seni tari untuk siswa kelas VIII di smp negeri 20 malang tahun pelajaran 2008/2009 Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sistem pembelajaran yang cocok dengan kinerja otak, untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna, dengan cara menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik. Hal ini penting diterapkan agar informasi yang diterima tidak hanya disimpan dalam memori jangka pendek, yang mudah dilupakan, tetapi dapat disimpan dalam memori jangka panjang. Pendekatan kontekstual ( contextual teaching and learning (CTL)) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong anatara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga masyarakat sehingga akan dihayati dan diterapkan dalam tugas pekerjaan. Pada mata pelajaran seni budaya sub bidang studi seni tari, model pembelajaran kontekstual diharapkan mampu membuat siswa medorong pengetahuan yang dimilikinya dan menerapkannya dalam kehidupan, Model pembelajaran CTL ini juga dapat membantu siswa memahami dan menguasai pemahamannya dalam penerapannya pada pelaksanaan pembelajaran seni tari. Sehingga dengan adanya penerapan model pembelajaran CTL siswa tidak hanya mampu menghafal tentang konsep atau pengetahuan pembelajaran seni tari, tetapi siswa dapat mengalami sendiri pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dari pembelajaran seni tari di dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar yaitu sebagai berikut: a. Proses belajar b. Transfer belajar c. Siswa sebagai pembelajaran d. Pentingnya lingkungan belajar Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran seni tari yang dibuat oleh guru seni budaya salah satunya adalah rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), sudah sesuai dengan beberapa komponen utama pada CTL diantaranya: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assesment). Hal tersebut terlihat pada komponen rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang terdapat pada metode dan strategi pembelajaran. Selain itu, guru seni budaya juga melakukan penilaian sebenarnya (authentic assesment) pada setiap materi yang diajarkan. Penilaian sebenarnya (authentic assesment) merupakan penilaian yang diperoleh baik dari segi proses maupun hasil akhir dalam pelaksanaan pembelajaran seni tari. 2. Quantum learning Quantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa teknik yang dikemukakan merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah populer dan umum digunakan. Namun, Bobbi DePorter mengembangkan teknik-teknik yang sasaran akhirnya ditujukan untuk membantu para siswa menjadi responsif dan bergairah dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas (yang terkait dengan sifat jurnalisme). Quantum learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria. Ia melakukan eksperimen yang disebutnya suggestology (suggestopedia). Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti positif atau negatif. Untuk mendapatkan sugesti positif, beberapa teknik digunakan. Para murid di dalam kelas dibuat menjadi nyaman. Musik dipasang, partisipasi mereka didorong lebih jauh. Poster-poster besar, yang menonjolkan informasi, ditempel. Serta dibuat juga portofolio untuk memudahkan para siswa. Guru-guru yang terampil dalam seni pengajaran sugestif bermunculan. Menurut studi kasus yang didapat berkaitan dengan quantum learning tersebut, dikatakan bahwa asesmen yang sedang berkembang saat ini adalah penilaian portofolio yang disinyalir memiliki banyak manfaat baik bagi guru maupun bagi siswa. Model Pembelajaran Berbasis Portofolio merupakan alternatif Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dan Cara Mengajar Guru Aktif (CMGA). Karena sebelum, selama dan sesudah proses belajar mengajar guru dan siswa dihadapkan pada sejumlah kegiatan. Diharapkan siswa akan mendapat banyak manfaat baik hasil belajar utama maupun hasil pengiring akademik dan sosial dan memudahkan siswa dalam menyerap pendidikan dalam proses pembelajaran seperti ini. Melalui model pembelajaran berbasis portofolio siswa diberdayakan agar mau dan mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya (learning to do) dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungannya baik lingkungan fisik, sosial, mapun budaya, sehingga mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya terhadap dunia di sekitarnya (learning to know). Diharapkan hasil interaksi dengan lingkungannya itu dapat membangun pengetahuan dan kepercayaan dirinya (learning to be). Kesempatan berinteraksi dengan berbagai individu atau kelompok yang bervariasi (learning to live together) akan membentuk kepribadiannya untuk memahami kemajemukan dan melahirkan sikap-sikap positif dan toleran terhadap keanekaragaman dan perbedaan hidup. Model pembelajaran berbasis portofolio merupakan satu bentuk perubahan konsep berpikir tersebut, yaitu suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa dalam memahami teori secara mendalam melalui pengalaman belajar praktik empirik. Praktik belajar ini dapat menjadi program pendidikan yang mendorong kompetensi, tanggung jawab dan partisipasi siswa, belajar menilai dan mempengaruhi kebijakan umum, memberanikan diri untuk berperan serta dalam kegiatan antar siswa, antar sekolah dan antar anggota masyarakat Pembelajaran saat ini perlu lebih menekankan how (bagaimana membelajarkan) daripada what (apa yang dibelajarkan). Guru tidak lagi hanya bertugas memberikan informasi kepada siswa. Tugas guru saat ini diharapkan dapat memotivasi siswa untuk mencari informasi baru diluar kelas di sekolah. Belajar tidak hanya disekolah, belajar juga dapat dilakukan diluar sekolah. Guru tidak harus menyampaikan pelajaran sesuai dengan kurikulum, tetapi dituntut dapat mengembangkan potensi siswanya. Artinya, pembelajaran tidak lagi terikat dan dibatasi dinding-dinding kelas. Guru dituntut mengembangkan metode secara kreatif dan inovatif. Guru bukan lagi sebagai pusat pembelajaran, melainkan sebagai fasilitator. Sumber pembelajaran bisa berupa buku, lingkungan, dan masyarakat, termasuk internet. Dengan demikian, siswa akan menyukai materi yang diberikan, bahkan akan terus menuntut untuk maju serta menemukan hal-hal baru pada bidang yang diminati untuk membangun kompetensi diri. 3. Quantum Teaching Pada studi kasus Pengaruh Model Quantum Teaching dan Model Ekspositori Terhadap Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Ditinjau Dari Kreativitas Siswa (Studi Eksperimen Kelas VIII Di SMP Negeri Kecamatan Mojogedang Tahun 2009 / 2010). diberikan Quantum Teaching berfokus pada hubungan dinamis dalm lingkungan kelas. Didalam studi kasus ini murid. Dilihat bagaimana Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara Kreativitas Siswa Tinggi dan Kreativitas Siswa Rendah terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial dan terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara Model Pembelajaran dan Kreativitas siwa terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial dengan diberikannya model pembelajaran quatum teaching. Quantum teaching adalah pengubahan belajar yang meriah dengan segalaa nuansanya. Dalam Quantum Teaching juga menyertakan segala kaitan interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Interaksi yang menjadikan landasan dan kerangka untuk belajar. Dari uraian diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa QuntumTeaching adalah orkrestasi bermacam-macam interaksi yang ada mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang lain. Berdasarkan asas utama quantum teaching konsep itu adalah “Bawalah dunia mereka kedunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Maksud asas utama ini memberi pengertian bahwa langkah awal yang harus dilakukan dalam pengajaran yaitu mencoba memasuki dunia yang dialami oleh peserta didik. Cara yang dilakukan seorang pendidik untuk apa yang diajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, musik, seni, rekreasi atau akademis mereka. Setelah kaitan itu terbentuk, maka dapat membawa mereka kedalam dunia kita dan memberi mereka pemahaman mengenai isi dunia itu. “dunia kita” dipeluas mencakup tidak hanya para siswa, tetapijuga guru. Akhirnya dengan pengertian yang lebih luas dan penguasaan lebih mendalam ini, siswa dapat membawa apa yang mereka pelajari kedalam dunia mereka dan menerapkannya pada situasi baru. 3. Prinsip-Prinsip Quantum Teaching Prinsip-prinsip Quantum Teaching adalah struktur chort dasar dari simfoni. Prinsip-prinsip tersebut adalah: a. Segalanya Berbicara Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa, tubuh, dari kelas yang bagaikan hingga rancangan pembelajaran, semuanya mengirim pesan tentang belajar. b. Segalanya Bertujuan Segalanya bertujuan dapat, digambarkan bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam proses belajar mengajar memiliki tujuan tertentu. Suatu tujuan yang diharapkan tidak harus diuraikan dengan kata-kata dapat pula diwujudkan dan mencakup keseluruhan peristiwa yang terjadi dalam proses belajar mengajar itu sendiri. c. Pengalaman Sebelum Pemberian Nama Otak manusia berkembang pesat dengan adanya rasa ingin tahu oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untukyang mereka pelajari. d. Akui Setiap Usaha Belajar pada hakikatnya mengandung konsekuensi ketika peserta didik mulai melangkah untuk belajar yang bagaimanapun untuk setiap usaha dan pekerjaan untuk belajar yang dilakukan selalu dianggap perlu dan akan berpengaruh terhadap hasil pekerjaan yang lebih baik. Fungsi dari pengakuan akan berperan menciptakan perasaan nyaman dan poercaya diri. Disamping itu juga dapat menciptakan lingkungan paling baik untuk membantu mengubah diri menuju arah yang diinginkan. e. Jika Layak Dipelajari, Maka Layak Pula Dirayakan Perayaan merupakan ungkapan kegembiraan atas keberhasilan yang diperoleh. Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuaan dan meningkatklan asosiasi emosi positif dengan belajar. 4. Kecerdasan Emosional Kecerdasan Emosional merupakan kemampuan individu dalam menggunakan atau mengelola emosinya secara efektif untuk mencapai tujuan, membangun hubungan yang produktif dengan orang lain dan meraih keberhasilan. Berdasarkan pada studi pendahuluan dan data dari beberapa referensi di atas, peneliti memfokuskan penelitian pada tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap pengembangan kecerdasan emosional siswa di SD Islam Roushon Fikr Jombang, yang meliputi: 1). Tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap kemampuan siswa mengenal emosi diri, 2). Tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap kemampuan siswa mengelola emosi diri, 3). Tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap kemampuan siswa memotivasi diri sendiri, 4). Tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap kemampuan siswa mengenal emosi orang lain, dan 5). Tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap kemampuan siswa menjalin hubungan dengan orang lain. Sedangkan dalam perkembangan setelah mengumpulkan data, menganalisis, dan mengidentifikasi, muncul fokus kedua sebagai temuan penelitian tambahan, yaitu peristiwa spontan dalam pembelajaran yang langsung direspon oleh guru, dan peristiwa dalam pembelajaran yang berpeluang untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa, tetapi diabaikan atau tidak direspon langsung oleh guru. Dasar-dasar kecerdasan sosial: a. Mengorganisasi kelompok b. Merundingkan pemecahan c. Hubungan pribadi d. Analisis sosial 5. Pembelajaran Konstruktivistik Pada studi kasus kasus “Studi Perbandingan Antara Teori Konstruktivisme dan Konsep E-Learning dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia”. Ditemukan relevansi dengan materi mengenai pembelajaran konstrutivisme dari buku Paradigma Baru Pembelajaran. Pada studi kasus ini dosen memberikan sejumlah materi yang kemudian diinterpretasikan oleh mahasiswa sesuai dengan kemampuannya masing masing, hal ini sesuai dengan tujuan konstruktivis dari buku Paradigma Baru Pembelajaran yaitu konstruktivis ini ditentukan bagaimana belajar, yaitu menciptakan pemahaman baru yang menuntut aktivitas kreatif produkif dalam konteks nyata yang mendorong si belajar untuk berpikir dan berpikir ulang lalu mendemonstrasikan. Sumber : http://repository.gunadarma.ac.id:8000/browse.php?nfile=1565 6. Pembelajaran Multiple Intelligences Selama ini kecerdasan diukur dengan tes IQ yang berfokus pada kecerdasan linguistik dan matematika/logika, dan keberhasila di sekolah menunjukan kecerdasan. Namun pada dasarnya bukan hanya itu cara mengetahuinya. Howard Gardner mendefinisikan kecerdasan sbb 1. Kemampuan menyelesaikan masalah atau produk mode yang menerapkan konsekuensi dalam suasana budaya 2. Keteramplan memecahkan masalah membuat seseorang mendekati situasi yang sasaran harus dicapai. 3. Kemampuan untuk menemukan arah / cara yang tepat ke arah sasaran tersebut. Gardner memetakan lingkup kemampuan manusia yang luas menjadi delapan kategori yang komprehensif atau delapan kecerdasan dasar, yaitu: 1. Kecerdasan linguistik 2. Kecerdasan matematis-logis 3. Kecerdasan spasial 4. Kecerdasan kinetis-jasmani 5. Kecerdasan musikal 6. Kecerdasan interpersonal 7. Kecerdasan intrapersonal 8. Kecerdasan naturalis 9. Kecerdasan eksistensial Pada studi kasus di http://indonesia-educenter.net/index.php?option=com_content&task=view&id=299&Itemid=61, dilakukan sebuah penelitian terhadap tiga kelas 4 SD yang mengadopsi metode pembelajaran yang berbeda. Kelas yang pertama, yaitu kelas 4A menerakan Multiple Intelligences (guru mengajar dengan teknik bervariasi sehingga ragam kecerdasan menurut Howard Gardner dapat terlayani di dalam proses ini) NAMUN alur prosesnya masih mengikuti pola mengajar konvensional, yaitu Guru yang memegang kendali atas pilihan teknik serta alokasi waktunya. Kelas yang kedua, yaitu kelas 4B menerapkan model pembelajaran Konvensional Kelas yang ketiga, yaitu kelas 4C menerapkan Multiple Intelligences dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk MEMILIH sendiri teknik belajar (atau paling tidak, disediakan beberapa alternatif pilihan) yang paling disukainya. Hal ini diwujudkan dengan memberi kebebasan pada siswa untuk menentukan sendiri tugas-tugas yang ingin diselesaikannya terlebih dahulu sebelum dia berpindah kepada tugas yang lainnya. Juga memberi pilihan kepada siswa untuk mau bekerja sendiri atau bersama dalam kelompok. Kelas 4C ini kami sebut sebagai Kelas Kecerdasan Majemuk Sudut Kecerdasan. Setelah melewati berbagai tes, didapatkan bahwa kelas 4B lebih unggul daripada kelas 4C bila dlihat dari hasil akhir. Namun pada dasarnya kleas 4C juga banyak mengalami kemajuan. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat di http://indonesia-educenter.net/index.php?option=com_content&task=view&id=207&Itemid=61 dan perbandingan antara kelas 4A dan 4C dapat dilihat http://indonesia-educenter.net/index.php?option=com_content&task=view&id=206&Itemid=61 dimana evaluasi di kelas 4C lebih baik Pada dasarnya studi kasus ini menunjukkan bahwa metode pembelajaran multiple inteligence ini berperan dalam pendidikan anak, seperti yang dijelaskan di buku, DAFTAR PUSTAKA: http://repository.gunadarma.ac.id:8000/browse.php?nfile=1565 http://pasca.uns.ac.id/?p=306 http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/disertasi/article/view/983 http://indonesia-educenter.net/index.php?option=com_content&task=view&id=299&Itemid=61 http://bankskripsi.com/model-pembelajaran-berbasis-portofolio-studi-kasus-di-sd-negeri-barusari-03-semarang.pdf.doc.htm http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/seni-desain/article/view/1548 Prof. Dr. H. Yatim Riyanto, M.Pd. Paradigma Baru Pembelajaran. KENCANA PRENADA MEDIA GROUP. JAKARTA. 2009 KELOMPOK V : 1. DENISE LAZZARONI O81301036 2. HUSNA A. ARITONANG 081301046 3. GRACIAS ANASTASIA 081301082 4. MAYRINDA FAMELLA 081301102 5. SURI ICHWANI 081301103 6. DITA ARDHINA 081301110

Jumat, 26 Februari 2010

Tugas Individu 2 "Empat Tahapan Ujian dalam Pembaharuan Pendidikan Menurut Nisbet"

1. The increase in workload (pertambahan beban kerja) : perubahan dalam sistem pendidikan harus dilakukan secara bertahap agar pertambahan beban kerja tidak terlalu besar, sehingga dalam pergantian sistem tidak terjadi ketergesa-gesaan. Contoh: pergantian kurikulum dilakukan secara bertahap kurikulum yang dulunya berbentuk CBSA (Cara belajar Siswa Aktif) menjadi KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dalam perubahan ini terdapat perubahan cara pengajaran dimana beban kerja pengajar bertambah 2. Loss of Confidence (kehilangan kepercayan) : dalam menghadapi pembaharuan sistem pendidikan guru harus terus belajar dan mengembangkan ide baru untuk meningkatkan kemampuan agar tidak tertinggal dan tetap mendapat kepercayaan dari siswa. Contoh: sewaktu di SMA masing-masing kelas memiliki komputer yang digunakan sebagai sarana pengajaran. Di sini guru diharapkan dapat menggunakan teknologi dalam pengajaran, sehingga banyak guru yang mulai menggunakan power point sewaktu mengajar. 3. The Period of Confussion (Masa Kacau) : dalam pembaharuan sistem pendidikan sering kali terjadi masalah-masalah dan kekacauan apalagi jika sistem yang akan digunakan belum jelas arah dan tujuannya. Tetapi hal ini masih dapat diatasi oleh pengajar. Contoh: Dalam penggunaan sistem KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) banyak siswa yang bingung karena guru hanya berperan sebagai pengarah sedangkan siswa mencari sendiri bahan-bahan pelajaran, awalnya terjadi kebingungan dalam sistem ini, tetapi masih dapat diatasi oleh pengajar. 4.The Blacklash : masalah-masalah yang timbul dalam mengevaluasi sebuah sistem baru diselesaikan dengan menggunakan upaya-upaya pembaharuan. Masalah-masalah yang timbul dalam sebuah sistem kemudian dievaluasi dan dalam pemecahan masalah tersebut dilakukan upaya pembaharuan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Contoh: dalam kurikulum berbasis kompetensi terdapat beberapa masalah yang kemudian dievaluasi dan dipecahkan melalui beberapa upaya kemudian terciptalah kurikulum baru yaitu KTSP. Diselesaikan di medan pada tanggal 26 Februari 2010, pukul 19.54 wib

tugas2 kelompok V "Empat Tahap Ujian dalam Pembaharuan Pendidikan Menurut Nisbet"

1. The Increase workload(penambahan beban kerja : Dalam setiap pembaharuan sistem pendidikan, pasti ada pertambahan beban kerja, seperti dalam penyelasaian masalah-masalah yang ada pada sistem sebelumnya. Oleh sebab itu sebelum memulai sistem yang baru kita harus memikiran masalah apa yang mungkin akan timbul dan juga memikiran penyelesaian dari masalah tersebut. contoh : Ada beberapa mata kuliah yang dulunya merupakan mata kuliah wajib sekarang menjadi mata kuliah pilihan dan sebaliknya. Mungkin dalam perubahan ini terdapat beberapa masalah yang mungkin timbul dan penyelesaiannya telah dipikirkan. Dalam hal ini pasti ada pertambahan beban kerja. 2. Lost of Confidence (kehilangan kepercayaan) : Di dalam memperbaiki suatu sistem pendidikan tentu diperlukan skill dan kemampuan dalam melakukannya. Jika hal tersebut tidak dimiliki oleh seorang pengajar tentu ia akan mengalami lost of confidence atau kehilangan kepercayaan diri karena tidak mampu menjalankan sistem. contoh : ketika seorang dosen mengajar mahasiswa dengan persiapan minim dan kurang menguasai materi mahasiswa cenderung tidak memperhatikan, menganggap remeh dan cenderung menunjukkan kemampuan yang lebih daripada dosennya, sehingga membuat pengajar kehilangan kepercayaan diri, jadi seharusnya pengajar diberi pengembangan dalam mengembangkan kemampuannya. 3. The Period of Confusion (masa kacau) : kekacauan juga dapat terjadi dalam pembaharuan sistem pendidikan,ada saja kendala ataupun masalah yang dapat menghambat pembaharuan, namun masalah-masalah tersebut masih dapat dipertanggung jawabkan dan dapat diatasi. contoh : Ketika terjadi pembaharuan metode pengumpulan tugas di kelas Paedagogi yang dulunya tugas dikumpulkan kedalam bentuk makalah (menggunakan kertas) sekarang bersifat paper-less dan menggunakan blog sebagai sarana pengumpulan tugas, dan blog juga menjadi sumber informasi mengenai mata kuliah yang ada. Pada awalnya ada beberapa masalah dan kebingungan-kebingungan yang timbul dari mahasiswa terutama bagi mahasiswa yang belum mengenal blog, sehingga beberapa pertemuan digunakan untuk membahas dan memecahkan permasalahan yang ada. 4. The Blacklash : Dalam mengevaluasi suatu sistem pendidikan terkadang timbul masalah-masalah yang dalam penyelasaiannya menggunakan upaya-upaya pembaharuan. contoh : Masalah yang timbul dalam metode blogging yang diterapkan dalam kelas paedagogi contohnya, ketika ada beberapa mahasiswa yang belum konfirmasi blog kepada dosen pengampuh meskipun sudah melewati batas waktu yang ditentukan, dapat diatasi dengan cara dosen pengampuh tetap membuat tautan dengan catatan mahasiswa yang belum mengirimkan konfirmasi ke email tetap melakukannya Kelompok V : Denise Lazzroni 081301036 Husna A. Aritonang 081301046 Gracias Anastasia 081301082 Mayrinda Famella 081301102 Suri Ichwani 081301103 Dita Ardhina 081301110

Rabu, 17 Februari 2010

Kaitan merangkai bintang dari 5 tusuk sate dengan landasan filosofis dalam pendidikan, landasan psikologis dalam pendidikan dan landasan sosiobudaya d

A. Kaitan merangkai bintang dari lima tusuk sate dengan landasan filosofis pendidikan Filsafat dapat diartikan sebagai cinta yang mendalam terhadap kebijaksaan, cinta dan kearifan. Berfilsafat adalah berpikir tetapi tidak semua berpikir merupakan filsafat. Terdapat tiga ciri dalam berfilsafat, yaitu radikal, sistematis, dan universal. Berfilsafat adalah berpikir dengan sadar, yang mengandung pengertian secara teliti dan teratur, harus dapat menyerap secara keseluruhan apa yang ada di alam semesta, tidal sepotong-sepotong. Sama halnya dengan pendidikan yang harus dipahami secara menyeluruh dengan mengetahui dan memahami tujuan akhir dari pendidikan. Demikian juga dalam merangkai lima tusuk sate menjadi bintang, jika kita melihat rangkaian bintang ke dalam potongan-potongan atau bagian-bagian maka yang kita lihat adalah tusuk sate, tetapi jika kita melihat keseluruhan maka yang kita lihat adalah bintang. Dalam kegiatan merangkai bintang dengan lima tusuk sate digunakan ketiga ciri dari berfilsafat. Yang pertama berfikir radikal, setiap anggota kelompok memikirkan bagaimana caranya agar kelima tusuk sate tersebut bisa dirangkai menjadi bintang, apa yang harus dilakukan dan kenapa harus dilakukan. Yang kedua berfikir sistematis, dalam menyelesaikan rangkaian bintang seluruh anggota kelompok merangkai bintang dengan langkah-langkah dan urutan agar lima tusuk sate tersebut dapat membentuk sebuah bintang. Yang ketiga adalah berfikir universal, setiap anggota memikirkan bagaimana caranya agar kelima tusuk sate dapat dibentuk menjadi sebuah bintang yang tidak hanya berbentuk bintang tetapi juga bagaimana supaya bintang menjadi rapi. B. Kaitan merangkai bintang dari lima tusuk sate dengan landasan psikologis dalam pendidikan Pendidikan merupakan proses belajar mengajar yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku yang diharapkan. Hasil pendidikan yang berupa tingkah laku diklasifikasikan Bloom dan kawan-kawan ke dalam tiga kemampuan yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam merangkai bintang yang behubungan dengan kategori kemampuan kognitif adalah: 1. Mengetahui: setiap anggota kelompok mengetahui tugas apa yang diberikan 2. Memahami: setiap anggota kelompok memahami tugas apa yang diberikan dan bagaimana menyelesaikannya 3. Menerapkan: anggota kelompok menerapkan langkah-langkah yang akan dilakukan 4. Menganalisi: anggota kelompok menganalisi bagaimana langkah-langkah yang diterapkan dapat dilaksanakan 5. Mensintesis: anggota kelompok merangkai bintang sesuai dengan analisis yang telah ditetapkan 6. Mengevaluasi: setiap anggota kelompok mengevaluasi apakah langkah-langkah yang sudah ditetapkan sesuai dengan apa yang diharapkan. Kaitan dengan kemampuan Afektif: 1. Menerima: setiap anggota kelompok memperhatikn apa yang harus dilakukan, memperhatikan ide dari setiap anggota. 2. Menanggapi: setiap anggota ikut berpartsispasi dalam merangkai bintang 3. Menghargai: mengahargai setiap ide dan usaha yang telah dilakukan masing-masing anggota 4. Membentuk: menyatukan ide-ide yang ada sehingga tusuk sate dapat dirangkai menjadi bintang 5. Berpribadi: setiap anggota mengendalikan perbuatan dan sikap agar potongan-potongan tusuk sate dapat dirangkai dengan baik. Kaitan dengan kemampuan psikomotorik: Dalam kegiatan merangkai tusuk sate menjadi bintang dibutuhkan gerakan tubuh yang berkoordinasi dengan saraf otot yang bersifat sederhana dan bersifat kasar menuju ke gerakan yang menuntut koordinasi saraf yang lebih kompleks dan besifat lancar. Adanya klasifikasi kemampuan ini dapat membantu guru dalam menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam proses belajar mengajar dengan memperhatikan langkah berikut. Begitu juga dalam merangkai tusuk sate menjadi bintang. Langkah-langkah tersebut dapat menjadi acuan dalam proses belajar mengajar ataupun proses merangkai bintang. C. Kaitan Kaitan merangkai bintang dari lima tusuk sate dengan landasan sosiobudaya dalam pendidikan Manusia merupakan makhluk sosial yaitu makhluk yang saling berinteraksi, saling tolong menolong ingin maju, ingin berkumpul, ingin menyesuaikan diri, hidup dalam kebersaman dan sebagainya. Manusia merupakan makhluk sosial dikarenakan dua faktor yaitu: 1. Sifat ketergantungan manusia dengan manusia lainnya. Setiap manusia memerlukan pertolangan bahkan semenjak masih bayi sampai dewasa. Kedewasaan merupakan tujuan akhir yang mungkin dicapai, karena itu manusia belajar sampai akhir hayatnya. Dalam merangkai tusuk sate kebentuk bintang juga diperlukan bantuan dan kerjasama dari sesama anggota kelompok. 2. Sifat adaptibility dan intelegensi. Manusia memiliki potensi untuk menyesuaikan diri, meniru, beridentifikasi, serta mampu mempelajari tingkah laku, dan mengubah tingkah laku. Dalam merangkai tusuk sate menjadi bintang setiap kelompok mengidentifikasi di mana letak kesalahan dan mengapa hal itu terjadi, kemudian memperlajari bagaimana agar tusuk sate dapat dirangkai menjadi bintang. sumber: Salam, Burhanuddin. Pengantar Paedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mendidik). PT. RINEKA CIPTA, JAKARTA:2002. Diselesaikan di Medan, 17 Februari 2010, pada jam 23.56 wib

tugas I kelompok V "BINTANG ALA “TUSUK SATE” DAN “TUSUK GIGI"

Pada hari Kamis, minggu lalu, tepatnya tgl 11 Februari, mahasiswa yang mengambil mata kuliah Paedagogi, yang diampu oleh Bu Dina, diberikan semacam proyek kelompok, yang pada awalnya cukup ambigu dan kurang jelas, karena kami tidak diberi petunjuk apa-apa. Bu Dina menyuruh kami duduk berdasarkan kelompok dan kemudian membagikan 5 tusuk gigi ke masing-masing kelompok. Satu-satunya instruksi yang diberikan Bu Dina adalah: “Coba kalian bentuk bintang menggunakan kelima tusuk gigi itu, dan harus bisa diangkat dengan tangan tanpa ada tusuk gigi yang jatuh”. Tentu saja pada awalnya kami bingung-bingung, dan saling bertatapan. Kami masih belum mengerti maksudnya. Pada percobaan pertama, kami membentuk bintang dengan menyatukan setiap ujung dari tusuk gigi pad satu titik, sehingga terbentuk bintang yang sederhana. Setelah kami tunjukkan pada Ibu Dina ternyata SALAH. Kami memutar otak dan muncul ide lain utuk membentuknya, yaitu dengan membuat lidinya saling menimpa, namun tidak saling mengait. Setelah terbentuk, kami panggil lagi Bu Dina. Bu Dina mengatakan, “mana bisa diangkat itu!”, dan kamipun berpikir, “jadi gimana bu? Mana bisaaaaa..”. Tapi kami tidak menyerah kami terus mengutak-atik tusuk-stusk gigi tersebut, sampai akhirnya “CRAAACKK…”, tusuk gigi kami ada yang patah!! Kami mencoba meminta tambahan tusuk gigi pada Bu Dina, namun tidak diizinkan. Kecewa sih, tapi kami terus berusaha. Tak lama setelah mencoba-coba, Bu Dina kembali mendatangi tiap kelompok dan membagikan 5 tusuk sate yang diatasnya ada semacam hiasan-hiasan terbuat dari kertas karton berbentuk ayam dan ikan, dan semacam kertas scrap berwarna merah (yang belakangan baru kami ketahui bahwa itu ternyata adalah hiasan lampion! Hehehehe) Selanjutnya dengan instruksi yang sama, kami disuruh kembali membuat bintang dengan tusuk sate tersebut. Entah mengapa kelompok kami sepertinya semangat sekali mengerjakannya. Yang tadinya cuma dua orang saja yang memegang tusuk gigi, sekarang kami empat-empatnya memegangi tusuk sate itu dan sama-sama membentuknya. Ukuran tusuk sate yang jauh lebih panjang membuat kami lebih mudah memegangnya dan memutar, membalik, atapun menahan tusuk satenya. Ternyata, hiasan-hiasan pada ujung tusuk sate itupun cukup membantu kami, karena dapat sedikit membantu untuk merekatkan ujung-ujungnya. Pada dasarnya, cara kami merangkai bintang tersebut, sama saja dengan cara kami pada tusuk gigi, hanya saja kami gagal melakukannya dengan tusuk gigi, karena ukurannya yang pendek, sehingga tusuk gignya tidak cukup kuat untuk menahan tekanan tusuk gigi yang lain, dan ada yang sampai patah. Berbeda halnya dengan tusuk sate. Ukurannya yang panjang dan mudah untuk dibengkokkan memudahkan kami untuk menyelip-nyelipkan tusuk sate, ada yang menimpa, dan ada yang ditimpa dan menahan, karena kalau tidak disusun dengan saling menimpa dan menahan, bintangnya akan tidak bisa diangkat. Beberapa kali kami mencoba dan masih gagal, tapi pada akhirnya bintang ala tusuk sate kami terbentuk, dan yang paling penting, bisa diangkat dan tidak jatuh!! Dengan semangat kami memanggil Bu Dina, dan kami ditantang untuk mengangkatnya. Alhasil kami berhasil melakukannya, dan kami cukup bangga karena kami kelompok pertama yang berhasil. Kami merasa sangat senang sekali. Kelompok lain belum ada yang siap menyelesaikan, namun punya kami sudah terbentuk. Mungkin jika dinilai berdasarkan kerapian kerja, ada kelompok lain yang lebih bagus hasil akhirnya, namun kami bangga dengan punya kami, karena kami yang lebih duluan menemukan cara menyatukan tusuk-tusuk sate itu dan membentuknya menjadi bintang. Kami bersinergy dengan cukup baik, dan kami semuanya terlibat dalam mengerjakannya. Ada yang memegang dasarnya, ada yang mengaitkan, pokoknya semuanya bekerja sama. Pada akhirnya entah bagaimana, bintang kami rusak, dan kembali menjadi tusuk sate. Kami mencoba kembali merangkainya, namun ternyata kami kalah oleh waktu. Kelas Paedagogi sudah berakhir, namun Bu Dina memperbolehkan kami membawa tusuk sate itu sebagai kenang-kenangan. KELOMPOK V: Husna Aritonang (081301042) Gracias Anastasia Purba (081301082) Mayrinda Famella (081301102) Suri Ichwani (081301103)

Senin, 01 Februari 2010

sebuah langkah awal

ketika orang lain dengan mudahnya mengungkapkan apa yang ada difikiran kedalam bentuk tulisan, saya dengan langkah terseok-seok memulainya, entah sudah berapa kali saya menghapus kata-kata dan kalimat-kalimat hanya untuk memuat kata-kata di halaman awal blog saya ini. Salut untuk orang-orang yang telah menghasilkan karya tulis yang bisa dinikmati semua kalangan. Menulis bukan hal mudah bagi saya, semenjak SD saya tidak pernah mendapat nilai mengarang yang baik, selalu mendapat nilai yang buruk dan juga kritikan. walaupun begitu beberapa waktu belakangan ini saya berkeinginan memiliki sebuah blog, kemudian saya berfikir, akan jadi apa blog saya nanti, ketika orang seperti saya yang tidak memiliki kemampuan menulis membuat sebuah blog. Perlu ide dan pemikiran yang kreatif untuk menciptakan sebuah tulisan yang menarik dan bisa dinikmati banyak orang. Semoga dengan saya memulai membuat blog ini kemampuan saya dalam menuangkan apa yang ada di fikiran ke dalam bentuk tulisan dapat menjadi lebih baik.

------------------------------