Halaman

Jumat, 26 Februari 2010

Tugas Individu 2 "Empat Tahapan Ujian dalam Pembaharuan Pendidikan Menurut Nisbet"

1. The increase in workload (pertambahan beban kerja) : perubahan dalam sistem pendidikan harus dilakukan secara bertahap agar pertambahan beban kerja tidak terlalu besar, sehingga dalam pergantian sistem tidak terjadi ketergesa-gesaan. Contoh: pergantian kurikulum dilakukan secara bertahap kurikulum yang dulunya berbentuk CBSA (Cara belajar Siswa Aktif) menjadi KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dalam perubahan ini terdapat perubahan cara pengajaran dimana beban kerja pengajar bertambah 2. Loss of Confidence (kehilangan kepercayan) : dalam menghadapi pembaharuan sistem pendidikan guru harus terus belajar dan mengembangkan ide baru untuk meningkatkan kemampuan agar tidak tertinggal dan tetap mendapat kepercayaan dari siswa. Contoh: sewaktu di SMA masing-masing kelas memiliki komputer yang digunakan sebagai sarana pengajaran. Di sini guru diharapkan dapat menggunakan teknologi dalam pengajaran, sehingga banyak guru yang mulai menggunakan power point sewaktu mengajar. 3. The Period of Confussion (Masa Kacau) : dalam pembaharuan sistem pendidikan sering kali terjadi masalah-masalah dan kekacauan apalagi jika sistem yang akan digunakan belum jelas arah dan tujuannya. Tetapi hal ini masih dapat diatasi oleh pengajar. Contoh: Dalam penggunaan sistem KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) banyak siswa yang bingung karena guru hanya berperan sebagai pengarah sedangkan siswa mencari sendiri bahan-bahan pelajaran, awalnya terjadi kebingungan dalam sistem ini, tetapi masih dapat diatasi oleh pengajar. 4.The Blacklash : masalah-masalah yang timbul dalam mengevaluasi sebuah sistem baru diselesaikan dengan menggunakan upaya-upaya pembaharuan. Masalah-masalah yang timbul dalam sebuah sistem kemudian dievaluasi dan dalam pemecahan masalah tersebut dilakukan upaya pembaharuan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Contoh: dalam kurikulum berbasis kompetensi terdapat beberapa masalah yang kemudian dievaluasi dan dipecahkan melalui beberapa upaya kemudian terciptalah kurikulum baru yaitu KTSP. Diselesaikan di medan pada tanggal 26 Februari 2010, pukul 19.54 wib

tugas2 kelompok V "Empat Tahap Ujian dalam Pembaharuan Pendidikan Menurut Nisbet"

1. The Increase workload(penambahan beban kerja : Dalam setiap pembaharuan sistem pendidikan, pasti ada pertambahan beban kerja, seperti dalam penyelasaian masalah-masalah yang ada pada sistem sebelumnya. Oleh sebab itu sebelum memulai sistem yang baru kita harus memikiran masalah apa yang mungkin akan timbul dan juga memikiran penyelesaian dari masalah tersebut. contoh : Ada beberapa mata kuliah yang dulunya merupakan mata kuliah wajib sekarang menjadi mata kuliah pilihan dan sebaliknya. Mungkin dalam perubahan ini terdapat beberapa masalah yang mungkin timbul dan penyelesaiannya telah dipikirkan. Dalam hal ini pasti ada pertambahan beban kerja. 2. Lost of Confidence (kehilangan kepercayaan) : Di dalam memperbaiki suatu sistem pendidikan tentu diperlukan skill dan kemampuan dalam melakukannya. Jika hal tersebut tidak dimiliki oleh seorang pengajar tentu ia akan mengalami lost of confidence atau kehilangan kepercayaan diri karena tidak mampu menjalankan sistem. contoh : ketika seorang dosen mengajar mahasiswa dengan persiapan minim dan kurang menguasai materi mahasiswa cenderung tidak memperhatikan, menganggap remeh dan cenderung menunjukkan kemampuan yang lebih daripada dosennya, sehingga membuat pengajar kehilangan kepercayaan diri, jadi seharusnya pengajar diberi pengembangan dalam mengembangkan kemampuannya. 3. The Period of Confusion (masa kacau) : kekacauan juga dapat terjadi dalam pembaharuan sistem pendidikan,ada saja kendala ataupun masalah yang dapat menghambat pembaharuan, namun masalah-masalah tersebut masih dapat dipertanggung jawabkan dan dapat diatasi. contoh : Ketika terjadi pembaharuan metode pengumpulan tugas di kelas Paedagogi yang dulunya tugas dikumpulkan kedalam bentuk makalah (menggunakan kertas) sekarang bersifat paper-less dan menggunakan blog sebagai sarana pengumpulan tugas, dan blog juga menjadi sumber informasi mengenai mata kuliah yang ada. Pada awalnya ada beberapa masalah dan kebingungan-kebingungan yang timbul dari mahasiswa terutama bagi mahasiswa yang belum mengenal blog, sehingga beberapa pertemuan digunakan untuk membahas dan memecahkan permasalahan yang ada. 4. The Blacklash : Dalam mengevaluasi suatu sistem pendidikan terkadang timbul masalah-masalah yang dalam penyelasaiannya menggunakan upaya-upaya pembaharuan. contoh : Masalah yang timbul dalam metode blogging yang diterapkan dalam kelas paedagogi contohnya, ketika ada beberapa mahasiswa yang belum konfirmasi blog kepada dosen pengampuh meskipun sudah melewati batas waktu yang ditentukan, dapat diatasi dengan cara dosen pengampuh tetap membuat tautan dengan catatan mahasiswa yang belum mengirimkan konfirmasi ke email tetap melakukannya Kelompok V : Denise Lazzroni 081301036 Husna A. Aritonang 081301046 Gracias Anastasia 081301082 Mayrinda Famella 081301102 Suri Ichwani 081301103 Dita Ardhina 081301110

Rabu, 17 Februari 2010

Kaitan merangkai bintang dari 5 tusuk sate dengan landasan filosofis dalam pendidikan, landasan psikologis dalam pendidikan dan landasan sosiobudaya d

A. Kaitan merangkai bintang dari lima tusuk sate dengan landasan filosofis pendidikan Filsafat dapat diartikan sebagai cinta yang mendalam terhadap kebijaksaan, cinta dan kearifan. Berfilsafat adalah berpikir tetapi tidak semua berpikir merupakan filsafat. Terdapat tiga ciri dalam berfilsafat, yaitu radikal, sistematis, dan universal. Berfilsafat adalah berpikir dengan sadar, yang mengandung pengertian secara teliti dan teratur, harus dapat menyerap secara keseluruhan apa yang ada di alam semesta, tidal sepotong-sepotong. Sama halnya dengan pendidikan yang harus dipahami secara menyeluruh dengan mengetahui dan memahami tujuan akhir dari pendidikan. Demikian juga dalam merangkai lima tusuk sate menjadi bintang, jika kita melihat rangkaian bintang ke dalam potongan-potongan atau bagian-bagian maka yang kita lihat adalah tusuk sate, tetapi jika kita melihat keseluruhan maka yang kita lihat adalah bintang. Dalam kegiatan merangkai bintang dengan lima tusuk sate digunakan ketiga ciri dari berfilsafat. Yang pertama berfikir radikal, setiap anggota kelompok memikirkan bagaimana caranya agar kelima tusuk sate tersebut bisa dirangkai menjadi bintang, apa yang harus dilakukan dan kenapa harus dilakukan. Yang kedua berfikir sistematis, dalam menyelesaikan rangkaian bintang seluruh anggota kelompok merangkai bintang dengan langkah-langkah dan urutan agar lima tusuk sate tersebut dapat membentuk sebuah bintang. Yang ketiga adalah berfikir universal, setiap anggota memikirkan bagaimana caranya agar kelima tusuk sate dapat dibentuk menjadi sebuah bintang yang tidak hanya berbentuk bintang tetapi juga bagaimana supaya bintang menjadi rapi. B. Kaitan merangkai bintang dari lima tusuk sate dengan landasan psikologis dalam pendidikan Pendidikan merupakan proses belajar mengajar yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku yang diharapkan. Hasil pendidikan yang berupa tingkah laku diklasifikasikan Bloom dan kawan-kawan ke dalam tiga kemampuan yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam merangkai bintang yang behubungan dengan kategori kemampuan kognitif adalah: 1. Mengetahui: setiap anggota kelompok mengetahui tugas apa yang diberikan 2. Memahami: setiap anggota kelompok memahami tugas apa yang diberikan dan bagaimana menyelesaikannya 3. Menerapkan: anggota kelompok menerapkan langkah-langkah yang akan dilakukan 4. Menganalisi: anggota kelompok menganalisi bagaimana langkah-langkah yang diterapkan dapat dilaksanakan 5. Mensintesis: anggota kelompok merangkai bintang sesuai dengan analisis yang telah ditetapkan 6. Mengevaluasi: setiap anggota kelompok mengevaluasi apakah langkah-langkah yang sudah ditetapkan sesuai dengan apa yang diharapkan. Kaitan dengan kemampuan Afektif: 1. Menerima: setiap anggota kelompok memperhatikn apa yang harus dilakukan, memperhatikan ide dari setiap anggota. 2. Menanggapi: setiap anggota ikut berpartsispasi dalam merangkai bintang 3. Menghargai: mengahargai setiap ide dan usaha yang telah dilakukan masing-masing anggota 4. Membentuk: menyatukan ide-ide yang ada sehingga tusuk sate dapat dirangkai menjadi bintang 5. Berpribadi: setiap anggota mengendalikan perbuatan dan sikap agar potongan-potongan tusuk sate dapat dirangkai dengan baik. Kaitan dengan kemampuan psikomotorik: Dalam kegiatan merangkai tusuk sate menjadi bintang dibutuhkan gerakan tubuh yang berkoordinasi dengan saraf otot yang bersifat sederhana dan bersifat kasar menuju ke gerakan yang menuntut koordinasi saraf yang lebih kompleks dan besifat lancar. Adanya klasifikasi kemampuan ini dapat membantu guru dalam menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam proses belajar mengajar dengan memperhatikan langkah berikut. Begitu juga dalam merangkai tusuk sate menjadi bintang. Langkah-langkah tersebut dapat menjadi acuan dalam proses belajar mengajar ataupun proses merangkai bintang. C. Kaitan Kaitan merangkai bintang dari lima tusuk sate dengan landasan sosiobudaya dalam pendidikan Manusia merupakan makhluk sosial yaitu makhluk yang saling berinteraksi, saling tolong menolong ingin maju, ingin berkumpul, ingin menyesuaikan diri, hidup dalam kebersaman dan sebagainya. Manusia merupakan makhluk sosial dikarenakan dua faktor yaitu: 1. Sifat ketergantungan manusia dengan manusia lainnya. Setiap manusia memerlukan pertolangan bahkan semenjak masih bayi sampai dewasa. Kedewasaan merupakan tujuan akhir yang mungkin dicapai, karena itu manusia belajar sampai akhir hayatnya. Dalam merangkai tusuk sate kebentuk bintang juga diperlukan bantuan dan kerjasama dari sesama anggota kelompok. 2. Sifat adaptibility dan intelegensi. Manusia memiliki potensi untuk menyesuaikan diri, meniru, beridentifikasi, serta mampu mempelajari tingkah laku, dan mengubah tingkah laku. Dalam merangkai tusuk sate menjadi bintang setiap kelompok mengidentifikasi di mana letak kesalahan dan mengapa hal itu terjadi, kemudian memperlajari bagaimana agar tusuk sate dapat dirangkai menjadi bintang. sumber: Salam, Burhanuddin. Pengantar Paedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mendidik). PT. RINEKA CIPTA, JAKARTA:2002. Diselesaikan di Medan, 17 Februari 2010, pada jam 23.56 wib

tugas I kelompok V "BINTANG ALA “TUSUK SATE” DAN “TUSUK GIGI"

Pada hari Kamis, minggu lalu, tepatnya tgl 11 Februari, mahasiswa yang mengambil mata kuliah Paedagogi, yang diampu oleh Bu Dina, diberikan semacam proyek kelompok, yang pada awalnya cukup ambigu dan kurang jelas, karena kami tidak diberi petunjuk apa-apa. Bu Dina menyuruh kami duduk berdasarkan kelompok dan kemudian membagikan 5 tusuk gigi ke masing-masing kelompok. Satu-satunya instruksi yang diberikan Bu Dina adalah: “Coba kalian bentuk bintang menggunakan kelima tusuk gigi itu, dan harus bisa diangkat dengan tangan tanpa ada tusuk gigi yang jatuh”. Tentu saja pada awalnya kami bingung-bingung, dan saling bertatapan. Kami masih belum mengerti maksudnya. Pada percobaan pertama, kami membentuk bintang dengan menyatukan setiap ujung dari tusuk gigi pad satu titik, sehingga terbentuk bintang yang sederhana. Setelah kami tunjukkan pada Ibu Dina ternyata SALAH. Kami memutar otak dan muncul ide lain utuk membentuknya, yaitu dengan membuat lidinya saling menimpa, namun tidak saling mengait. Setelah terbentuk, kami panggil lagi Bu Dina. Bu Dina mengatakan, “mana bisa diangkat itu!”, dan kamipun berpikir, “jadi gimana bu? Mana bisaaaaa..”. Tapi kami tidak menyerah kami terus mengutak-atik tusuk-stusk gigi tersebut, sampai akhirnya “CRAAACKK…”, tusuk gigi kami ada yang patah!! Kami mencoba meminta tambahan tusuk gigi pada Bu Dina, namun tidak diizinkan. Kecewa sih, tapi kami terus berusaha. Tak lama setelah mencoba-coba, Bu Dina kembali mendatangi tiap kelompok dan membagikan 5 tusuk sate yang diatasnya ada semacam hiasan-hiasan terbuat dari kertas karton berbentuk ayam dan ikan, dan semacam kertas scrap berwarna merah (yang belakangan baru kami ketahui bahwa itu ternyata adalah hiasan lampion! Hehehehe) Selanjutnya dengan instruksi yang sama, kami disuruh kembali membuat bintang dengan tusuk sate tersebut. Entah mengapa kelompok kami sepertinya semangat sekali mengerjakannya. Yang tadinya cuma dua orang saja yang memegang tusuk gigi, sekarang kami empat-empatnya memegangi tusuk sate itu dan sama-sama membentuknya. Ukuran tusuk sate yang jauh lebih panjang membuat kami lebih mudah memegangnya dan memutar, membalik, atapun menahan tusuk satenya. Ternyata, hiasan-hiasan pada ujung tusuk sate itupun cukup membantu kami, karena dapat sedikit membantu untuk merekatkan ujung-ujungnya. Pada dasarnya, cara kami merangkai bintang tersebut, sama saja dengan cara kami pada tusuk gigi, hanya saja kami gagal melakukannya dengan tusuk gigi, karena ukurannya yang pendek, sehingga tusuk gignya tidak cukup kuat untuk menahan tekanan tusuk gigi yang lain, dan ada yang sampai patah. Berbeda halnya dengan tusuk sate. Ukurannya yang panjang dan mudah untuk dibengkokkan memudahkan kami untuk menyelip-nyelipkan tusuk sate, ada yang menimpa, dan ada yang ditimpa dan menahan, karena kalau tidak disusun dengan saling menimpa dan menahan, bintangnya akan tidak bisa diangkat. Beberapa kali kami mencoba dan masih gagal, tapi pada akhirnya bintang ala tusuk sate kami terbentuk, dan yang paling penting, bisa diangkat dan tidak jatuh!! Dengan semangat kami memanggil Bu Dina, dan kami ditantang untuk mengangkatnya. Alhasil kami berhasil melakukannya, dan kami cukup bangga karena kami kelompok pertama yang berhasil. Kami merasa sangat senang sekali. Kelompok lain belum ada yang siap menyelesaikan, namun punya kami sudah terbentuk. Mungkin jika dinilai berdasarkan kerapian kerja, ada kelompok lain yang lebih bagus hasil akhirnya, namun kami bangga dengan punya kami, karena kami yang lebih duluan menemukan cara menyatukan tusuk-tusuk sate itu dan membentuknya menjadi bintang. Kami bersinergy dengan cukup baik, dan kami semuanya terlibat dalam mengerjakannya. Ada yang memegang dasarnya, ada yang mengaitkan, pokoknya semuanya bekerja sama. Pada akhirnya entah bagaimana, bintang kami rusak, dan kembali menjadi tusuk sate. Kami mencoba kembali merangkainya, namun ternyata kami kalah oleh waktu. Kelas Paedagogi sudah berakhir, namun Bu Dina memperbolehkan kami membawa tusuk sate itu sebagai kenang-kenangan. KELOMPOK V: Husna Aritonang (081301042) Gracias Anastasia Purba (081301082) Mayrinda Famella (081301102) Suri Ichwani (081301103)

Senin, 01 Februari 2010

sebuah langkah awal

ketika orang lain dengan mudahnya mengungkapkan apa yang ada difikiran kedalam bentuk tulisan, saya dengan langkah terseok-seok memulainya, entah sudah berapa kali saya menghapus kata-kata dan kalimat-kalimat hanya untuk memuat kata-kata di halaman awal blog saya ini. Salut untuk orang-orang yang telah menghasilkan karya tulis yang bisa dinikmati semua kalangan. Menulis bukan hal mudah bagi saya, semenjak SD saya tidak pernah mendapat nilai mengarang yang baik, selalu mendapat nilai yang buruk dan juga kritikan. walaupun begitu beberapa waktu belakangan ini saya berkeinginan memiliki sebuah blog, kemudian saya berfikir, akan jadi apa blog saya nanti, ketika orang seperti saya yang tidak memiliki kemampuan menulis membuat sebuah blog. Perlu ide dan pemikiran yang kreatif untuk menciptakan sebuah tulisan yang menarik dan bisa dinikmati banyak orang. Semoga dengan saya memulai membuat blog ini kemampuan saya dalam menuangkan apa yang ada di fikiran ke dalam bentuk tulisan dapat menjadi lebih baik.

------------------------------